Kutulis ini dengan dada sesak, serasa remasan sterofoam bungkus mie ayam, menyangkut dalam bronkeolus ku, tak ada obatnya, tabung dengan tulisan OXYGEN itu telah enteng, kosong, tak lagi memberikan tekanan udara yang untuk sebagian orang sepertiku dan dalam keadaan seperti ku begitu berharga, sempat terpikir menggunakan benda dengan bentuk seperti pistol kecil itu namun aku takut (tak jelas mengapa oh mungkin karena efeknya).
Hari-hari belakangan bagai gradasi hitam putih, aku tersenyum, tertawa, berteriak, berkeringat (lagi) melompat melewati pagar batas luapan emosiku. Entah mengapa rasa itu bisa timbul, yang jelas aku tak dapat membohongi diriku sendiri. Walau aku sadar aku sangat tak pantas.
Aku sadar begitu banyak lubang di sisi kiri hidupku. Aku bahkan mulai paham rasanya mengecap apa yang disebut "manis". Sudah terlalu banyak rasa ashma reliever, controller adrenal, metamin adrenal, mengoles lidahku. Aku baru-baru ini akrab dengan inhalasi bronkodilator : yang kuimpikan dari dulu akhirnya dapat juga, walaupun aku sebenarnya sangat benci rasa debaran jantung saat ku menggunakannya. Karena berbagai macam alasan klasik dan bodoh, desah nafasku begitu akrab dengan perihnya kuak flamasi. Sudah lama aku tak merasakan sedikit kontraksi otot pipi yang membuat senyumku mengembang seperti ini :-). Aku yang sudah lupa bagaimana manis susu bendera vanilla, sudah lama sekali melupakannya, mungkin sejak saat aku tak terkekang sekaligus berkembang dalam ruangan itu. Perlahan mulai mengingat kembali manisnya susu bendera vanilla.
Mengingat ruangan itu seperti mengingat rentetan kecelakaan, keberjatuhan, kelolosan, kesulitan, berakhir pada senyum saat terkapar. Aku ingat, saat pertama kali pandangan mata ku menumbuk tulisan di plang itu. Di dalamnya terkuak segala macam pahitnya, getirnya dan sulitnya hidup. Terakhir ku ketahui mungkin ruangan itu pula yang merampas sebagian hak kebahagiaanku yang memang sudah semakin sedikit. Namun, aku juga lebih belajar untuk menghargai tulang ayam, menghargai botol akua, menghargai 100 rupiah, mengahrgai betapa indahnya lekukan botol galon yang berisi air segar berwarna biru merona.
Begitu kuingat dalam kalender yang tergantung di dekat tempat tidurku (tidak seperti tempat tidur sebenarnya, aku tak punya kata lain untuk menyebutnya) dulu "Jangan pandang mereka dengan kata karena tapi dengan kata walaupun". Tulisan itu dulu, seperti selang penyalur realisasi semangat ku, namum perlahan menyempit dan habis kering.
"dan janganlah kamu sedih dengan perkataan mereka, Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah (Q.S. Yunus 10:65)"
Jangan tanyakan aku bagaimana manis keadaan, tertawa riang, senyum kebahagiaan, air mata gembira, teriakan kemenangan dan partikelir kebahagiaan lainnya. Perlahan aku sudah melupakan itu, walaupun sulit bagiku menghindar...
Sadarlah Yan, posisimu dimana...
Inhalasi Bronkodilator
Kamis, 04 Maret 2010
Posted in My Self
Posting Komentar