Harapan itu "Selalu" Ada

Agak mirip judulnya dengan salah satu merek branding partai politik :). Tapi it's oke lah, yang harus dipahami ini merupakan opini pribadi penulis, mencoba menangkap dari sisi kafein lain yang terkadang tertutup oleh tannin sehingga efek pacu adrenalinnya tak terlihat.


Terinspirasi oleh kejadian kemaren sore, saat seseorang karib mememukul tembok asrama yang biru laut, muka agak meringis, tangannya keras, usut punya usut, oalah... ternyata karena beliau belum berkesempatan masuk menjadi salah satu invited team dalam sebuah perlombaan ilmiah. Kira-kira akhir semester lalu, ada seorang karib yang update status di fesbuk tentang kekecewaannya terhadap nilai C pertamanya dalam hidup, hingga beliau lupa makan dan sakit!. Pernah aku melihat seseorang yang ndak mau ditegur sampe beberapa pekan karena flashdisk yang berisikan tugas kuliahnya nya hilang 36 menit sebelum tugas dipresentasikan,

dan baru tadi sore aku, diriku sendiri, hampir menjadi hilang akal, kalang kabut, karena, Greysia Polli kalah :(. Ditambah dengan provokasi oleh Susi Susanti yang mengatakan Grey main buruk kali ini dan fakta hasil pertandingan, kusimpulkan: aku pesimis terutama dengan nasib srikandi Bulutangkis Indonesia,

Namun, saat berada di bis Laju Utama AC Ekonomi, Bekasi-Bogor, ndak sengaja mata tertumbuk pada sebuah kalimat menarik dari salah satu stiker partai politik yang sudah mulai mengelupas, "Harapan itu masih ada" ujarnya.

Aku tersenyum, kupikir, tulisan (bukan partai yang bersangkutan) ini kok ikut-ikutan pesimis juga yah? kupikir lagi, fokus pada kata "masih", menurutku (ini menurutku loh yah) kata "masih" terkesan sebagai sisa, sedikit, dan yang tidak terpakai. Iya ndak sih?. Ini menandakan harapan yang ada hanya sisa, sedikit, sudah habis dimakan pesimisme dan data miris yang dipaparkan pusat data (padahal belum tentu data itu bener, aku sekarang rada-rada skeptis mandang data-data statistik, terutama RISKESDAS 2010)

Kenapa ndak pake Harapan itu "selalu" ada yang kalau menurutku lebih elegan karena menyiratkan "stok optimisme" yang tetap aman walau sampai data-data statistik mengatakan degradasi di semua bidang. "Selalu" menginterpretasi bahwa ada sisi pintu lain yang dapat kita terobos untuk mencapai ruangan mimpi, "selalu" menghantarkan pemikiran bahwa tidak ada batasan terhadap sebuah pengharapan, pengharapan bahwa Allah akan merealisasikan doa-doa kita dalam bentuk terbaik.

Mungkin peresapan intisari kalimat "harapan itu selalu ada" sanggup membangkitkan karib yang pertama bahwa masih banyak perlombaan ilmiah lain, sangat mungkin diperlombaan selanjutnya ia akan menjadi lebih baik sekaligus terbaik. Menyadarkan bahwa karib kedua bahwa terkadang kita juga harus belajar dari lengkungan indah huruf C dan mata kuliah tidak hanya 3 SKS bukan?, menghentak karib ketiga bahwa kadang kita juga harus tau cara presentasi oral tanpa slide sekaligus latihan jika nanti disuruh presentasi mendadak oleh calon mertua saat akan melamar calon istri, :)

dan memberi sebuah pelajaran berharga pada diriku, Grey, Taufik (kalah juga dari Gade) dan bangsa ini lewat sebuah kekalahan (eh bukan kekalahan bijaknya kemenangan yang tertunda) dan kondisi saat kita di bawah, agar ketika kita di atas tak hanya sombong yang tertempel dalam dada yang membusung.

Ya, bangkitkan optimisme bangsa ini yang sudah dicabik data statistik yang kadang "lebay" dengan sebuah intisari kalimat "harapan itu selalu ada", seperti angkot kampus dalam yang tidak terputus rantainya bahkan saat musim liburan kuliah!

Sabtu, 25 Juni 2011

Posting Komentar

Arsip Blog