Astaghfirullah. Aku sudah kehilangan respek, mulai melupkan kulit kacang yang dulu menelengkupku dalam tenang dan nyaman tanpa dingin.
Tadi pagi menerima sms pendek, dari layar hp ku, aku tau, pengirimnya adalah salah satu pengasuhku di panti asuhan. Bunyinya: “Asw, sehat kan Han?”. Agaknya sibuk berkegiatan yang riweh memakan waktu untuk sekedar membalasnya. Tak masalah lah, hatiku mencoba berbisik menyetujui pikiranku tadi pagi. Aku lupa, terabaikan sms itu hingga malam ini.
Ah, pikiranku berbisik lagi, masih banyak urusan organisasi selepas kegiatan yang harus diurusi, masih banyak urusan “dakwah” yang harus dikerjakan (walau aku tau, kontribusiku pada suku kata satu ini sangat minim), masih banyak urusan pribadi yang masih terbengkalai, pasti ibu (dengan kata ini aku memanggil pengasuh di panti asuhanku-pengirim sms tadi, akan kupakai kata ganti ini di tulisan berikutnya) bisa mengerti.
Sampai ketika aku melihat sabun mandi, saat akan mandi malam ini, sekelumit mengingat, betapa dulu kami dibagi adil sabun mandi perbulan oleh ibu-ku, satu persatu anak panti mendapatkannya, kadang GIV batangan kadang LUX batangan, berbeda dengan LIFEBUOY cair yang aku gunakan sekarang. Belakangan aku tau ini terkait dengan dana yang disediakan yayasan untuk sabun. Disertakan pula dalam paket bulanan itu, pasta gigi CIPTADENT, sikat gigi (yang sampai sekarang aku tak tau apa mereknya) dan sampo EMERON (sampai sekarang aku tetap pakai sampo ini). Ditekankan oleh ibu ku bahwa “kalau muslim tidak bersih, maka imannya hanya setengah!”.
Sekarang tak ada yang membagi, tak ada lagi yang berteriak-teriak kepada adik-adik pantiku, agar paket kebersihan yang kami gunakan tidak dijual atau ditukar dengan jajanan di warung depan. Kadang saat kami mandi di kamar mandi, suprise, pintu alumunimum ringkih kamar mandi kami digedor-gedor dengan irama yang sangat kami kenal, tidak terlalu berbeda dengan irama tepuk pramuka, setelah gedoran berhenti, suara yang (lagi-lagi) kami sangat kenal memasuki telinga kanan kami, “JANGAN LUPA SHAMPO-an!”. Maka kami cepat-cepat memberikan sampo pada rambut kami, sengaja agak banyak agar terjadi booming busa yang terlihat oleh ibu di saluran pembuangan, sebuah bukti konkret.
Selepas sarapan, kami berjejer di depan keran wudhu untuk sikat gigi, lagi, suara itu, “KALAU PAKE DASI, DASINYA DISELIPKAN DULU KEDALAM BAJU, BIAR NGGAK KENA ODOL!” tanpa banyak kata, dalam bebebapa detik kami menyembunyikan ujung dasi sekolah kami ke dalam saku seragam sekolah atau di antara beberapa kancing baju. Tanpa kata.
Aku ingat beberapa hal, detail sekali, mungkin ibu ingat juga.
Mungkin sekarang ibu ingat aku, mengingatkan anak asuhnya yang sekarang “sudah” mulai lupa akan kulitnya. Sudah mulai berganti sabun mandi ke yang lebih mahal, ke yang lebih bergengsi, walau harum dan esensinya masih sama seperti LUX atau GIVE.
Maaf bu, sekelumit memandang agenda esok, segera aku tekan keypad SAMSUNG 3G-3312, “bu, besok Han pulang ke panti, masak agak banyak ya :D” Semoga aku bisa masuk kembali ke kulit kacang itu, kulit kacang yang “terkadang” pahit, tapi jujur, disana pula aku “selalu” menemukan manisnya hidup :D yeng terserak di rumput halamannya yang luas.
Dedicated to: Ibu Yul #writeforsolution
Posting Komentar