Negeri Harapan

"Negeri kita seperti atom karbon yang tersusun rapi, sangat rapi, ya sangat indah, intan, oh ndak nak, bahkan lebih indah dari intan

Kalimat ini akan kuutarakan langsung kepada mu nak, takkan kulupa. Saat itu kau bertanya, seperti apa Indonesia itu, saat itu kau sudah balita. Saat dimana, menumbuhkan di hatimu kecintaan yang amat sangat pada negeri mu. Cinta tanah air.

Kau yang cantik lebih cantik dari Avril Lavigne atau tampan melebihi dari David da Gea, selaras dengan alam tempat mu lahir yang juga jauh lebih cantik dari alam tempat mereka lahir. Kelak ketika kau sudah dapat mencerna data statistik kau akan mengangguk dengan statement ini. Juga negeri kita cantik karena kekayaan akan harapan.

Dimana lagi kalau bukan di negeri kita,

Saat kau membuka mata di pagi buta, sebelum adzan shubuh berkumandang, kau sudah akan menemukan beribu bahkan berjuta semangat dari kayuhan sepeda bermuatan penuh sesak miliki para pedagang yang menuju medan jihad mereka. Pasar. Semangat ini besar nak, semangat para orang tua untuk membelikan sepatu bagi anaknya. Yang hebat mereka perempuan nak, tanpa tangis dan ringkih!.

Diiringi dengan naiknya matahari pagi yang hangat dan menghangatkan, yakinlah, matahari ini lebih nyaman dari penghangat ruangan General Electric. Membentuk sebuah lukisan alam yang indah, yang merah merona semburat indah, indah sekali. Gunung pun masih malu-malu menyembunyikan diri diantara kabut yang lembut, hingga hitam pun masih membingkai punggung-punggungnya.

Juga hanya di negeri kita,

Ada verbalisasi semangat yang lebih besar, sangat lebih awal dari jam kerja orang-orang Jepang, bersaut-sautan, sangat bersemngat!, membelai telingamu kelak nak, sangat indah. Suara adzan nak. Suara panggilan untuk menghadap pada sang pencipta yang menciptakan keindahan ini. Berduyun-duyun dengan alas kaki yang agak tua orang-orang menuju sumber suaranya. Menasbihkan diri bersama makhluk-makhluk lain kepada Tuhannya. Menyambut mentari pagi yang menantang.

Sembari sebuah pengharapan diutarakan nak, untuk hari yang memang semakin hari semakin menyemburatkan banyak keraguan. Memohon pompaan semangat dari sang pemilik.

Lepas dari itu nak, jalanan makin ramai, seramai semangat dan kalkulasi harapan mereka yang begitu besar hingga menggerakkan syaraf motorik mereka untuk (terus) mengejar matahari. Untuk menerabas embun pagi dingin yang membiaskan cahaya menjadi spektrum indah. Menuju jalan jihad masing-masing, dengan sebuah harapan, harapan yang tak akan pernah mati. Harapan untuk lancarnya sekolah anak-anak mereka, harapan untuk senyuman istri-istri mereka. Harapan untuk semakin memerah dan putihnya negeri ini. Harapan untuk beribadah kepada-Nya sebaik mungkin.

Ayo nak, kita ikut serta!

#writeforsolution

Kamis, 27 Oktober 2011

Posting Komentar

Arsip Blog