''Ilahi lastu lil firdausi ahlan
Walaa aqwaa ‘alannaril jahiimii
fahabli taubatan waghfir dzunuubi
fainnaka ghafirudzdzambil ‘adzhiimii
Ya Tuhanku, aku tidaklah pantas menjadi ahli syurga firdausMu
Namun aku juga tak kan sanggup masuk ke neraka jahimMU.
Oleh karena itu, terimalah taubatku dan tutupilah dosa – dosaku.
Sesungguhnya Engkau maha mengampuni dosa – dosa besar
Rendah hati, idiom yang tepat menggambarkan dalamnya penghayatan terhadap syair tersebut. Syair yang ditulis oleh orang yang sering menjadi bahan tertawaanku karena kekonyolannya, bahkan kadang saking kerasnya aku tertawa sampai menolehkan muka orang-orang di sampingku. Namun, sungguh kejujuran yang mengharu biru pada dirinya mengantarkan dirinya kepada sebuah kerendah-hatian pada keMahaan-Nya. Kerendah-hatian diri yang terpancang tegas pada syair yang simpel dan (sangat) polos namun penuh makna.
Abu Nawas, kau membuatku benar-benar terlempar pada kubangan dosa lewat syairmu. Aku yang pasti lebih banyak dosa daripada dirimu, yang pasti lebih pantas masuk ke neraka dari pada dirimu, yang pasti lebih jauh dari surga dari pada dirimu, yang pasti lebih buruk dari mu, malu membeberkan semua list dosa pada Allah kita.
Yang mana, aib itu tak ada satu pun yang tau selain diri kita sendiri dan Allah.
Allah, hilangkan malu ini, malu yang menutupi pengakuan ku pada Mu. Amin
Posting Komentar