Ya Allah, perbesarlah
rasa takut ku, takut untuk terlalu memperkaya diri sendiri dan takut untuk
terlalu lama memikirkan diri sendiri. (sebuah SMS dari Sulasmi 2012)
Duh, udah keulang berapa kali,
sms-sms mu itu mah, buat aku makin ngefans sama mamah!. Love you dah mah!.
Timingnya pas banget, ngena banget, saat dibenturkan pada pilihan-pilihan yang
sama-sama menggiurkan. Ibaratnya, 2 pilihan itu ibarat memilih tas punggung The
North Face buatan luar negeri yang harganya sama kayak SPP 1 Semester dengan
tas punggung Eiger buatan Bandung yang harganya di bawahnya dikit.
Keduanya sama-sama sporti, sama-sama
warna item yang ndak gampang kotor dan sama-sama kalau ditarik talinya ndak
putus, sama-sama kapasitasnya gede. Memakainya seperti menambah suntikan
ke-PD-an yang membuat semangat meletup-letup besar. Memakainya seperti menjadi
pemeran utama dalam film 127 hours yang ahli banget sama Grand Canyon!.
Beuuhh!.
Pilihan harus dijatuhkan dalam
waktu yang ndak lama, hanya tersedia waktu bada Maghrib sampe Isya. Ndak nyampe
47 menit.
Eh kalau dipandang dari permukaan,
pilihan pertama mengandung gengsi berlebih loh!. Luar negeri gitu loh. Tasnya
orang-orang kalau main film arcade. Pastinya
menjajikan gengsi yang lebih besar dari gengsi yang dimiliki oleh orang Toraja yang
menyembelih 23 kerbau saat sanak keluarganya meninggal. Pilihan pertama juga
lebih mengundang pandangan mata orang.
Mana ada orang yang ndak melirik ketika di CV aku terlulis “Pemiliki Ransel
Hitam Sporti merk The North Face”. Beuuuh.
Pilihan ke dua kalau dipandang
dari permukaan (lagi) yaelah buatan dalam negeri. Yaeleh tas pasaran yang kalau
disurvei sama anak Statistik berapa persentase anak IPB yang pake tas itu
kayaknya hampir 43%, hampir separuhnya.
Tapi, kalau dilihat lebih dalem,
pilihan kedua buatan dalem negeri boss!
Duh, kok tulisannya ngelantur
yak! Jadi kayak tulisan tentang iklan-iklan #100%LoveIndonesia dari Kementerian
Perdagangan.
Ketik sms “Maaf pak, saya ndak
bisa dateng untuk menandatangai surat kontrak beasiswa. Saya punya tanggung
jawab di organisasi yang sekarang saya pimpin”. Sembari keruntuhan berbagai
kemungkinan untuk kena omelan di kampus akhir pekan ini, oh bukan kena
omelannya besok.
Yak, menurutku, orang-orang keren
itu kayak lilin. Yang ngerelain dirinya terbakar asalkan dirinya bisa buat
ngerayain ulang tahun. Buat orang (baik yang ulang tahun ataupun yang ada di
acara ulang tahun itu) seneng. Orang-orang model lilin juga percaya bahwa akan
tiba saat-nya api pada tubuhnya ditiup, mati! dan dirinya tak akan habis.
Tak akan habis diri ini, hanya karena
memberi sedikit atau banyak kebermanfaatan untuk orang lain.
Posting Komentar