Mati (mengatakannya seperti hanya menerima napas terakhir, bukan seperti stand up comedy-nya Raditya dika), aku kerap lupa dengan kata ini. Eh, bukan 'kerap', malah 'sering'. Yah, aku sering lupa dengan mati.
Aksesoris dunia yang memenuhi sudut-sudut ruangan hidup, kayak sekret FORCES yang sesak, sehingga tak lagi dapat membedakan mana yang benar-benar untun pemenuhan kebutuhan, atau hanya pemenuhan kepuasan.
Aih, jadi inget kuliah Ekoman, inget manusia yang rakus. Temen-temen kelas dan (sepertinya) dosen juga memaki (dengan bahasa yang ilmiah dan halus) manusia-manusia rakus tersebut. Mantepnya tidak dengan sumpah serapah.
Tapi akhirnya setelah pagi tadi, aku sadar, mereka memaki aku. Ternyata aku termasuk salah satu manusia rakus. Atau satu-satunya manusia paling rakus?
Ndak perlu lah me-list apa aja yang bisa jadi indikator aku rakus. Seperti mengusap tinta hitam aja, di muka yang udah hitam ini. Seperti menumpahkan air hujan yang terkontaminasi Sulfur Oksida, yang meluluhlantakkkan berbagai macam kebanggaan pada diri ini.
Keinget lagi sms dari mamah, beberapa bulan lalu.
"Ya Allah, jadikan hambamu ini, hamba yang tidak terlalu banyak memikirkan diri sendiri'
Ah, mamah, semakin ndak ragu dah kalau aku ini anak kandungmu, dirimu emang paling tau. *ceileh.
Syahrul Isnaini, Allah akan menempatnya dirimu di tempat terbaik. Amin
Posting Komentar