Bukan Kader PKS


Judulnya agak sentimentil, mendengar kata kader ada 2 belah sisi otak yang berpikiran ke arah pikir masing-masing.

Karena pernah tinggal di asrama PPSDMS dan sampai saat ini masih sayang sama anak-anak PPSDMS, yang katanya merupakan (calon) kader-kader PKS, refleksif kata kader menjurus pada pribadi yang tugasnya mengajak khalayak ramai untun memilih partai item kuning putih itu.

Kalau ada salah seorang anak asrama PPSDMS menyebutkan beberapa patah kata berbau bahasa arab kayak ‘afwan ukh’, ‘anti sudah makan?’,’bersediakan anti menjadi pendamping hidup ana?’ (kalimat yang terakhir becanda doang huahaha) dan ajakan untuk memilih Cagub  DKI No. 4, spontan anak-anak asrama lain berteriak “kadeeer” sambil nunjuk-nunjuk ketawa-ketawa lebar. Entah apa maksudnya, tanyakan pada rumput yang bergoyang. Huehehe.

Sementara aku sejatinya adalah anak GM, Gizi Masyarakat. Bidang keilmuan yang (baru) 3 tahun terakhir aku cintai. Bidang keilmuan yang IPB leading di dalamnya. Bidang keilmuan yang (mencoba) menjadi solusi mengenai degradasi kualitas SDM yang ada di Indonesia. ~tsaaaah

Kembali ke ‘kader’. Kalau aku lagi kambuh ke GM-annya, kader identik dengan POSYANDU. Yah, udah pada taulah ya, POSYANDU itu apa. POSYANDU itu keren!. Sekeren-kerennya program pemerintah yang pernah aku rasain, yang (pernah) jadi ujung tombak utama untuk Indonesia Sehat, paling keren itulah POSYANDU!.

Kader POSYANDU, (Cuma) itu gelarnya. Untuk ibu-ibu yang merelakan halaman rumahnya disesaki balita-balita yang unyu-unyu. Beberapa diantara balita itu terkadang membahasi halaman rumah kader dengan urinnya. Ngompol. Beberapa yang lain nangis berbarengan, menggegerkan telinga. Aku aja sebel kalo denger balita nangis.

Beberapa balita meronta sambil jerit-jerit saat dimasukkan ke dalam kain timbangan dacin. Sangat menyebalkan bagiku, namun untung aku bukan kader posyandu, ibu kader hanya senyum. Kadang untuk meluluhkan hati balita, diberikan kumbu-kumbu goreng lebih dahulu dibanding balita lain. Menurut prosedur, kumbu-kumbu goreng diberikan setelah penimbangan.

BTW, dari mana kumbu-kumbu goreng itu? Nemu? Oh tidak!

Para kader yang menysihkan ‘gaji’ mereka sebesar 15.000 pertahun *ndak salah baca, ini bener, pertahun!* untuk ditukarkan dengan berkilo kacang ijo dan gula merah. Ndak pake santen. Harga kelapa di daerah pegunungan Cikuray melambung mendekati harga sendal Swallow perbutirnya. Kalo kurang bidan desa yang akan memberikan tambahan alakadarnya dari biaya penggantian jarum suntik dan pil KB. Kalo masih kurang, keuntungan penjualan beras bulog yang ‘hanya Rp 100/kg akan disisihkan barang 10% mah untuk menambah pembelian kacang hijau’.

Sebuah sinergi siklik, komprehensif dan ndak terkalahkan.

Kader, yang juga punya kebun wortel dan kubis, namun merelakan waktunya untuk ‘membangun desa’ bahasa KPMnya mah. Yang harus siap diketuk pintunya 24 jam, saat data ibu yang tertera usia kehamilannya 35 bulan. Yang harus siap dandang kuali besar, untuk ngerebus kacang ijo, buat PMT. Yang harus siap dicaci dan dicibir sama bapak-bapkanya bahkan suaminya, saat rapat PNPM karena mengusulkan adanya gedung semi permanen untuk kegiatan POSYANDU. Yang jadi tempat curhat orang-orang ber-belita terkait balitanya yang ndak naik dari tahun kemren.

Kader, (pait-paitnya bilang mah) ndak ada apresiasi.

Ikhlas mah jang, ente rugi. (Bu Ende, Kader POSYANDU RW 6-7, Girijaya, Cikajang)

Senin, 09 Juli 2012

Posting Komentar

Arsip Blog