Simpang Cibinong


Simpang Cibinong, lalin sedang ramai, suara geber-geber knalpot mendomiasi suara hati. Lampu merah, detikan hitung mundur masi di angka 90-an. Tapi, motor-motor udah merangsek maju, beberapa meter lewat dari zebra cross.

Aku pake headset dengan lagu laskar pelangi is playing. Volume suara kusetel 14 maksimal. Tapi suara tiiiin.... tiiin.... dari motor belakang masih kedengeran. Oh ternyata aku 'menghalangi’ motornya, posisiku persis dibelakang garis-garis membujur zebra cross.

Aku diem, gitu juga motorku, ajeg. Karena emang kanan-kiri udah penuh. Sampe di kira-kira detikan 70-an, dari belakang tereak, “Woy maju! Maju woy”. Beberapa saat PD, karena pasti suara itu bukan untuk aku. Yang aku pelajarin waktu tes SIM *tapi gagal T.T, akhirnya lewat jalur laen (baca: nembak haha :p)* kalau berhenti di persimpangan, ya di belakang zebra cross.

Tapi kok rasanya suara itu, dibantu sama tatapan beberapa pasang mata. Ah cuek.

Tadi abis beli susu Indomilk cokelat botolan 600 ml. Botolnya karena belum nemu tong sampah, kuselempetin di jepitan motor. Sedotannya pun masih nempel sempurna di allumunium foil pelekat tutup.

Ngeliri ke samping jalan kiri. Bapak-bapak, pake trening celana adidas apa adibas gitu, tapi yang jelas itu celana KW. Bawahnya rapi ndak sobek, persis endingnya di atas sendal jepit item, agak kotor. Oh ternyata bukan sendal jepit biasa. Alasnya berduri, oh sendal rematik, keras, cadas!. Tatapannya tajem kearahku. Aku bingung. Detikan sekarang udah 9, 8, 7 dst. Motor-motor udah gerak maju. Perlahan. *Perasaan kalau lampu udah ijo baru boleh jalan deh. Lah kok ini?

Gerak ini bareng sama gerak langkah bapak tadi, agak lari ke arah ku. Agaknya mengincar sesuatu. Ah, agaknya hp, leptop, uang, buku At Glance Nutrition, spion motorku di di incer mau diambil!. Agak siap siaga, sembari memastikan ndak ada barang-barang berharga ku yang bisa diambil. Suami siaga, siap antar jaga, kayak aku (nanti) #eh.

Dia lari, persis kayak kecengnya kayak motor-motor yang lari menjauhi garis zebra cross. Detikan 5, 4, 3. Dengan jurus selap-selip diantara motor yang udah (lumayan) kenceng, Dia nyampe di motor ku yang setia nunggu lampu ijo, ngomong ndak jelas, lantas ngambil sesuatu di jepitan motor.

Ngambil botol susu.

Sekali lagi aku ulangin

Ngambil botol susu, yang kosong karena isinya udah pindah ke perutku, yang keselempetin di jepitan motor, cuma itu!

Sambil nunduk-nunduk senyum, matanya sipit, senyum lebar, sampe keliatan gigi-nya, bapak itu lari lagi ke sisi jalan awal tadi. Sembari menggenggam erat-erat botol susu Indomilku. Seakan sebegitu berharganya.
Sembari itu, ada sesuatu yang muncul di hati ini. Sembari lampu ijo, sembari motor ku jalan (lagi). Pengen banget namparin diri ini. Maaf pak, terlalu jahat diri ini. Udah prasangka yang ndak-ndak.

Ah, dirimu pak, sebuah rentetan siklus pelajaran sangat berharga bagi diri ini, yang terkadang terlalu banyak memikirkan diri sendiri.

Ditulis di Elf Trayek Garut-Cikajang-Pameungpeuk
via Samsung E3210 (Hp harga 300 ribuan, belum android, masih Java, bukan QWERTY, bahkan tipenya udah ndak ada di Buyer’s Guide Tabloid PULSA :p)

Sabtu, 14 Juli 2012

Posting Komentar

Arsip Blog