Kehilangan harapan sama aja kayak lupa sama ke maha besaran Allah.
....
Kalau ngeliat negeri ini, lewat data-data statistik BPS, lewat kajian-kajian politisi di TVRI yang menjemukan, debat-debat berkeringat, atau hal-hal lain yang buat dahi berkenyit dan raksasa pesimisme membesar. Raksasa pesimisme membesar lalu seperti mulut pemakan icon utama dalam game Zuma yang akan memangsa kroni-kroni kecil yang menyokong optimisme.
Muaranya adalah pada tindakan mengutuk dan mengumpat. Pada perasaan ganjil yang muncul ketika ndak diberi kesempatan untuk menyampaikan umpatannya. Adalah sebuah hal yang belum lengkap jika tak memperbaharui status akun jejaring sosialnya dengan umpatan dan keluhan.
Tentang internet yang lemot, tentang rambut yang sudah mulai panjang, tentang layar komputer yag sudah mulai bergores, tentang hidup yang dilingkupi masalah yang sama, klasik, siklik dan berulang menurut rotasi hidup. Tentang hal-hal bernada sigh lainnya.
Bukan hanya tentang negeri, tentang diri dengan segala kekurangannya. Tentang diri dengan segala rupa kesalahan yang dilakukannya. Tentang diri dengan segala waktu yang diberikan untuk slot-slot keburukan. Untuk lisan yang terlontar alat penyakit hati orang lain. Untuk mata yang terlalu banyak menerima visualisasi yang keluar dari norma.
Untuk hal lain, bagian tubuh lain, yang diri ini terlalu sombong mengakui bahwa hal lain itu, bahwa anggota adalah sebuah kesalahan.
Ah, dikit lagi, diri ini jadi bedebah.
Untung Allah kasih banyak harapan malam ini, harapan lewat mata yang masih bisa nangis dan otak yang masih hapal urutan wudhu, mensucikan diri, juga hati yang masih tersisa sedikit kepekaan.
....
Padahal apa sih yang ndak bisa dilakukan sama Allah?
Posting Komentar