Tata Ruang Kota yang Tak Ramah Pada Pemuda



Tawuran terjadi kembali, kali ini dengan hasil gugurnya nyawa seorang pemimpin masa depan bangsa. Tentunya ini bukan yang pertama kali terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Fenomena tawuran seperti fenomena gunung es, yang tampak di permukaan hanya sebagian kecil dari keseluruhan masalah yang ada. Kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Surabaya, Medan bahkan Makassar sudah meruapakan medan pertempuran fisik bagi pemuda-pemuda yang masih berstatus pelajar.

Pertumbuhan ekonomi yang sedemikian pesat di kota-kota besar tersebut menyeret pembangunan kota hanya berorientasi pada aspek ekonomi semata. Pusat perbelanjaan dan bisnis seakan merupakan indikator keberhasilan sebuah kota sehingga perlu dibangun dalam jumlah yang fantastis. Padahal jika dilihat, lingkungan ekslusif tersebut seakan mengkotakkan masyarakat kota dalam segmentasi-segmentasi yang memperjelas beda disparitas masyarakat kota. Sementara itu ruang terbuka hijau bagi masyarakat umum semakin sulit ditemukan.

Aspek penting yang tergerus oleh ambisi ekonomi adalah ruang berekspresi bagi para pemuda. Pemuda merupakan masa dimana seorang individu memiliki kemampuan energi yang meluap-luap. Energi ini perlu disalurkan dalam bentuk-bentuk positif sehingga dapat dijadikan modal berharga bagi pemuda tersebut dalam menyambut masa dewasa.

Sangat diperlukan ruang dan wahana bagi pemuda untuk mengekspresikan diri, menyalurkan energi yang pemuda miliki. Namun, taman kota atau ruang terbuka kota yang merupakan wadah bagi pemuda untuk menyalurkan energi dalam bentuk kreativitas seni misalnya sudah diganti dengan lokasi bisnis yang mereka tidak dapat masuk ke dalamnya. Kalaupun ada jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah pemuda di kota tersebut, bahkan letaknya pun di hunian dan lokasi mewah yang ekslusif. 

Energi yang meluap-luap apabila tidak diwadahi akan meledak menjadi sebuah tindakan eksplosif. Lingkungan yang serba terkekang dengan keterbatasan wahana penyaluran energi merupakan lajur-lajur yang mengarahkan pemuda pada tindakan merusak seperti tawuran. Tawuran merupakan tindakan eksplosif dari segolongan pemuda yang kebingungan bagaimana menyalurkan energi dalam bentuk positif. Tidak hanya berhenti pada tawuran, tindak kriminalitas lain seperti pengeroyokan, pencurian bahkan pembunuhan.

Situasi dan kondisi kota yang memberikan tekanan psikis bahwa seseorang harus menjadi unggul agar dapat hidup merupakn hal yang memperparah kondisi pemuda. Akar permasalahan tentunya bukan pada pemuda. Mereka hanya menjadi korban yang tidak berdaya dari pembangunan kota yang tidak memihak kepada mereka.

Selama tata kota belum memberikan wadah bagi para pemuda untuk menyalurkan energinya, tawuran dan masalah kriminalitas pemuda lainnya tidak akan pernah selesai.

*Tulisan ke 15 yang dimuat di Harian Sindo 5 Oktober 2012

Jumat, 05 Oktober 2012

Posting Komentar

Arsip Blog