Menuju Indonesia Bergizi



Masalah gizi digambarkan sebagai lingkaran setan yang saling terkait dan membentuk sebuah siklus. Defisiensi gizi yang terjadi pada usia tertentu tidak hanya mengakibatkan dampak negatif di usia tersbut. Jika terdapat masalah gizi pada janin dalam kandungan ibu, dampak negatifnya tidak hanya terjadi pada janin namun akan mempengaruhi status kesehatan bayi saat lahir yang sifatnya menahun. Dengan status kesehatan yang rendah bayi sangat berpotensi mengalami cacat fisik maupun degradasi kemampuan intelejensi. Pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dengan individu normal lain, akan membuat yang bersangkutan merasa rendah diri sekaligus tidak percaya diri. Hampir bisa dipastikan bahwa hal ini akan membuat masa depan individu tersebut tidak baik.

Riset Kesehatan Dasar (2010) menyebutkan bahwa sebanyak 4,9% balita Indonesia mengalami kurang gizi. Tentu jika dibiarkan akan banyak generasi negeri ini yang secara kualitas semakin menurun. Masih ada juga 10 juta anak mengalami masalah kurang vitamin A, artinya sebanyak 10 juta anak memiliki ancaman tidak dapat melihat indahnya negerinya saat dewasa. Sementara hampir separuh dari jumlah ibu hamil di Indonesia memiliki konsumsi mineral Fe dan Zn di bawah standar, artinya akan makin banyak bayi lahir dengan kelainan fisik dan intelejensi.

Selain masih berkutat dengan gizi kurang, negeri ini juga sudah mulai memiliki masalah gizi lebih. Menurut Kementerian Kesehatan (2009) terdapat 12 juta penderita diabetes mellitus, 11 juta penderita gangguan peredaran darah dan jantung seperti arteroskelrosis, stroke dan gagal jantung. Jumlah ini pastinya semakin meningkat seiring gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin jauh dari gaya hidup sehat.

Padahal bangsa ini memiliki berbagai potensi untuk memutus lingkarang setan masalah gizi tersebut. Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki lahan pertanian darat sekaligus perarairan. Lahan pertanian darat Indonesia subur karena adanya material organik yang diberikan gunung berapi, laut tropisnya merupakan suhu terbaik untuk ikan cepat bereproduksi. Tentunya jika dilengkapi dengan SDM handal dan regulasi yang tepat  jelas bahwa kedaulatan pangan bukan hanya sekedar mimpi.

Akses masyarakat informasi yang sudah sedemikian mudah juga semakin membuat melek masyarakat akan pola hidup sehat. Terdapat 50 juta pengakses internet di Indonesia, jelas ini merupakan sebuah potensi sarana pendidikan gizi. Jika semua komponen penyebar informasi mendukung program pendidikan gizi bagi masyarakat tentu akan berdampak baik bagi pemahaman gizi masyarakat. Masyarakat akan lebih cerdas memilih, membeli, mengkonsumsi dan mengolah bahan pangan yang akan dikonsumsi. Muaranya adalah gaya hidup masyarakat yang semakin baik, sehingga masalah gizi baik gizi kurang maupun gizi lebih akan teratasi.

Sekarang yang diperlukan hanya sebuah kesepakatan sinergi. Pemerintah sebagai pemegang regulasi, akademisi yang berperdan di keilmuan, motor ekonomi swasta dan objek sekaligus subjek yakni masyarakat. Jika semua sudah sepakat untuk memutus lingkaran setan masalah gizi, generasi platinum negeri ini buah Indonesia Bergizi bukan impian lagi.

*Tulisan dimuat di di Harian Seputar Indonesia Cetak Tanggal 12 Januari 2013

Rabu, 16 Januari 2013

Posting Komentar

Arsip Blog