Timbangan


Bajumu kuning Le, baju ku item. Tulisan baju mu ndak jelas, liat tulisan bajumu keinget masa lebaran, aku sering liat corak tulisan begitu masuk keluar rumah, cium tangan mamang, malu-malu dan ndak terlalu dewasa, mereka masi kecil, masi pake pada pake dompet berante. Lengan bajumu mu, model lengan pendek, lengennya ndak sampe siku tapi, kayak ngantung gitu, kayak nyampe ndak nyampe gitu.

Pertama keluar ‘piro timbangan mu?’

Dirimu menjawab, rada gagu, rada malu, mungkin aku terlalu ganteng sehingga membuatmu malu, huehehe

Dari sini keluar obrolan, keluar berjuta liter air, persis kayak kalo galon Aqua dikumpulin jadi satu di GWW terus pintu GWW dibuka dan air keluar pating gemrojokan. Cerita bahwa dirimu dari Lampung, dirimu lahir tahun 1995, dirimu tadinya mau diajak ke Karang buat kerja di Pertamanan tapi malah ke Jakarta dan dilempar ke kontrakan ini, dirimu juga sampe cerita bahwa bekas luka di kakimu akibat kecelakaan kerja saat kerja di Medan.

Ah, dirimu. Mengingatkan aku, bahwa hidup kudu penuh dengan syukur.

Bahwa hidup ndak beda jauh seperti perahu kertas yang terombang-ambing, yang awalnya kering lama perlama akan basah, melepuh, solut dan tenggelam. Hidup ndak akan terlalu beda dengan Jupiter MX yang rem belakangnya blong, kebablasan, jika rem depan juga blong, ndak akan mampu membawa diri kembali ke Salemba.

Ada miliaran manusia yang bernafas di bumi, berapa yang menghambuskan syukur pada-Nya pernafasnya?

Ada berjuta ton karbohidrat dikonsumsi perhari, namun berapa syukur yang teringat saat mengkonsumsinya?

Minggu, 17 Februari 2013

Posting Komentar

Arsip Blog