Sederhana atau menyederhanakan
tampaknya ndak serumit buat empek-empek. Sederhana akan membuat hal njlimet,
kusam, berkisut akan nampak mulus dan lugas. Sederhana, seperti bahagia yang
sederhana. Tapi bukan rumah makan sederhana.
Seperti memandang gelap luar, melaju KRL yang penuh sesak. Sederhana, saat tertempel pada hangat akumulasi cita yang sama,
segera sampai di petak rumah sempit, segera merangkul handaitaulan dengan
hati, bukan dengan sangsi.
Seperti saat kuota modem habis. Sederhana, saat memandang logo modem, melingkar merah mirip Platyhelminthes yang ndak bisa
dibedakan cephal dan toraks-nya. Saat perjuangan idealisme harus terbentur dengan
realitas. Realita mahasiswa (tua).
Seperti perempatan Arion yang
dipenuhi motor melewati Zebra Cross, juga mobil yang mengalah pada motor. Sederha, pada implementasi bentuk cinta dan kasih pada-Nya
pada petugas berseragam fluoresence hijau yang mendiamkan adik kecil menangis yang kehilangan ibunya.
Seperti saat kartu merah OCBC NISP menunjuk angka
0, bulat telur. Sederhana, bahagia menerima pesanan mi instan dengan sisa remahan putih telur dari pesanan sebelumnya.
Atau seperti saat gastritis membuat
meringis, di dingin lantai luar rektorat. Sederhana, pada kompleksitas Adzan dari rumah-Nya yang menenangkan. Memberi kesempatan kembali mengadu pada-Nya. Pada yang Maha Menerima
Pengaduan.
Terkekang ambisi dan prestasi, kadang
membuat lupa pada hal-hal sederhana. Pada lorong-lorong cahaya syukur pada-Nya, yang sejuk dan luas.
Posting Komentar