Melody

Agak larut pulang malam ini, setelah mungkin hampir 2000Kal terbakar habis, termanifestasi sebagian dalam karya (-karya kecil) namun sebagian lain hanya dalam hampa-nya kesia-siaan, hanya memperbanyak porsi untuk diri, diri sendiri.

Paragraf kedua sudah ditulis sudah menginjak hari selanjutnya, dengan sedikit saja sesal bahwa hari ini hanya begini. Jauh deh kalau mau dibandingin kayak Anies Baswedan, Muhammad Sigit Susanto atau Bona Septano.

Namanya Bebet, lengkapnya Bebet yang pinter gitar. Pinter gitar. Tapi nyanyinya ndak seberapa bagus. Dari muka, warna kulit, logat pas awal masuk Departemen, tingkat, gaya, pattern murni orang Semendo. Berarti satu suku sama bapakku, aku sih orang Indonesia!. Merreedekka! *gaya Mega*. 

Entah sejak kapan, atau aku aja yang ndak tau, karena aku emang jarang makan di kantin GM, kapan mulai bahwa beliau rajin bawa baki untuk nganterin makanan ke konsumen pake nampan di kantin GM. Agak jarang, langka banget mahasiswa yang mau turun langsung ke bagian pengolahan, mbantuin mas-masnya. Nih ya, sampe sekarang aku ndak tau nama mas-masnya itu namanya siapa, tapi Bebet? huh T.T.

Sampai pada titik merasa bahwa diri ini lebih ndak berarti dari seekor lalat.

Setidaknya lalat, yang kecil, yang sering jadi sasaran kemarahan anak Kes-Ling, udah kasih manfaat. Udah kasih aku sedikit sadar bahwa tiap lalat setidaknya sudah memberi manfaat atas tetas telur lalat selanjutnya, begitu selanjutnya, seterusnya. Iya sih agak ndak nyambung analoginya.

Tapi setidaknya, emmmm, deket sama orang-orang yang banyak ngasih manfaat lebih menggembirakan ketimbang nonton JKT, nonton JKT yang ndak ada Melody maksudnya, ndak ada Sonia juga.

Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya (K. H. Ahmad Dahlan)

  

Selasa, 04 Juni 2013

Posting Komentar

Arsip Blog