Berulang. Bukan beruang, kalau
beruang mah ndak mungkin pake ASKES kalau berobat di RS. Abdoel Moeloek.
Berulang seperti alat pengait air yang ada disawah, berulang menuangkan air
dari bawah sungai ke sawah yang ada diatasnya. Berulang kali, sampai sawah
terairi, mulai dari 0,1 hektoare, 02, hektoare, sampai digitnya menjadi banyak.
Menjadi tidak bisa diintrepretasi dengan jari tangan.
Berulang juga bisa menandakan keras
kepala, berulang kali mengetuk pintu kosan saat sudah diatas jam 12 misalnya. Keras
kepala, hipertensi, sudah selaiknya kepala diajak tidur. Mamah juga berulang
kepala keras kepala, menolak kemo, bukan karena muntahannya tapi karena aku
keras kepala untuk pulang. Meninggalkan kampus yang ndak menyenangkan ketika
ditinggal.
Berulang seperti memandang
kembang api. Aku suka kembang api, laiknya suka ku pada rempeyek. Keduanya berulang,
sempet terpeleset di malam takbir hanya untuk keluar ruangan melihat kembang
api. Berulang kembang api dilepas keatas malam, aku akan berbalik ketika
kembang api hampir selesai, dan aku anggap aja kembang api itu terus berulang.
Berulang juga bisa menandakan
kegigihan usaha. Warung ayam goreng merah semburat kuning, AMAZI tepatnya, aku kalo
pulang kampus sering liat, kalo berangkat mah ndak. Aku biasa berangkat lewat
belakang. Kalo pulang lewat depan, udah sepi sih. Mendekat ke warung itu,
sekalipun aku ndak pernah. Tapi tegar warung itu berulang interpretasi teriakan
‘ayo beli kami!’.
Berulang menandakan konsistensi,
atau malah persisten? Aku ngerti kata persisten waktu di PPSDMS. Ndak, ndak
kok, aku ndak pinter orasi. Berulang juga menandakan bulang yang kembali
berulang rembulan malam ini. Berulang yang lagi, lagi dan lagi.
Aloe vera juga berulang tumbuh
ketika tangkai atas dipotong, dibuat manisan.
Aku belum bisa dikatakan berulang,
belum berulang mencintai-Mu. Kadang lupa. Sering malah.
Akankah Allah berulang maafkan diri ini? yang berulang lakukan dosa?
Posting Komentar