Wasto S.Hut

Sore ini hujan. Kata Irul sih, itu tuh si Pangeran Embun yang jadi bintang di anak-anak muda calon pemimpin pangan dan gizi *hasyah, hujan adalah waktu yang tepat untuk melejitkan inspirasi, mengubur keriangan pemilihan ketua BEM dan pemasangan atribut Caleg. Wasto S.Hut katanya. Eh itu kata Irul apa siapa yah? Irul mah lebih tertarik njaring cewek ketimbang ngeliatin spanduk Caleg katanya (?).

Aku lagi di sekret PERGIZI PANGAN Indonesia, singkatan dari Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia *beuh. Bukan, aku bukan anggotanya. Aku cuma benalu yang menempel merongrong pada inangnya. Selama menempel aku malah banyak tidur dan buat kopi. Kadang Nutrisari W-Dank juga, aku menunggu varian Sareba, tapi kok belum ada ya di Alfamidi (?). Ini aku ngetik di sela kerjaan yang agak banyak. Eleuh udah gayanya udah kayak gimana gitu padalah masih Pre-Soon-Fresh-Graduate kalo kata Reka mah. Haha.

Untuknya yang ndak pernah lupa mengingatkan anaknya puasa sunah dan witir.

Hujan kadang menerbangkan ingatan, menjauh dari sejajar dengan waktu ke titik lain yang melanting sempurna, menumpuk pada satu wajah. Yang aku pegang, remas tangannya, kurus emang, yang aku dikte mulutnya untuk menggemakan takbir malam lebaran fitri, tahun kemarin.

Mulutnya membuka, agak berat, diawali dengan senyum yang tiap aku pulang jauh selalu sama. Tetap manis seperti saat melihat aku menerima penghargaan siswa teladan. Lirih mentakbir. ‘Mas udah 2 lebaran ndak solat ied ya?, besok juga?’. Aku ndak njawab, selepas takbir beres aku malah menjauh, aku malah berbaring setelah memastikan obat bius bekerja sempurna pada sistem syaraf-nya. Iya. Sudah aku 2 tahun ndak sholat Ied Fitri. Tahun kemaren (kemarennya lagi) aku ketiduran karena dirinya yang menyuruh tidur selepas subuh, setelah menyetir semalaman. Tahun kemarennya lagi, aku tersangkut perbedaan perayaan Idul Fitri.

Kami hanya berdua seruangan berhorden hijau itu. Jika malam sedikit aku pindah ke tempat tidur berjarak dua meter disamping kanannya. Lalu aku balik kanan, tetiba tempat tidur kulit sintetis tertetesi cairan. Di luar beberapa anak berebutan pengeras suara untuk memekikkan takbir. Aku bisa bayangkan lewat candaan mereka yang masuk ke pengeras suara, masuk juga ke telingaku.

Ini berarti sudah yang ke 5, atau yang keberapa? Tapi ini yang masa tidur di atas ranjang berbahan kulit sintetis-nya paling lama. Sempek shock kurang darah, sebelum aku datang dengan tergopoh dan mata belum tidur semalam, tangan masih gemetar lepas dari kopling Jupiter MX. Aku dapat menguras cairan tubuh yang berisi air, hemoglobin, protein, Fe, Zn, eh tapi Fe dan Zn nya bukan mineral tunggal. Aku keluarkan, pindahkan ke kantung bening tahan debu dan guncangan. Aku bawa, dengan keliyengan dari mana ke mana. Aku batal puasa hari itu.

Malam itu lagi, saat kami hanya berdua dari 4 tempat tidur berbahan kulit sintetis, aku makin mencintainya. Bahkan untuk diriku sendiri, aku hanya memberi cinta sisa. Cinta apa lagi yang bisa aku berikan padamu, Ladies?   


Jumat, 08 November 2013

Posting Komentar

Arsip Blog