Jarang-jarang aku nulis beginian
di sore hari. Kecuali, kecuali apa yah? Kecuali sekarang. He. Aku lagi nyumpal
telinga pake headset, yang headsetnya keluar suaranya, aku lagi seneng sama
lagunya Gigi, Hati yang Fitri, lagunya yang disponsorin sama Djarum, itu loh
lagu lebaran 2013. Lebaran yang tema warnanya putih biru, aku hanya pake
training merah dan kaos bulutangkis untuk itu, hari-H lebaran.
Nak, kamu harus tau bahwa seneng
punya baju baru pas lebaran itu ndak papa. Sebelum hal-hal kecil bukan
prinsipil sudah tidak bisa lagi membawa kesenangan.
Saat itu berarti kamu sudah mulai
memikirkan deodoran apa yang cocok untuk ketiakmu. Sampai sekarang belum nemuin
deodoran rivalnya Rexona, emang ada yah? Saat itu kamu sudah berpikir apa
prospek kerja yang ada, ketika kamu memilih sebuah program studi untuk kuliah
mu. Dan sekarang tersadar bahwa prospek kerja adalah hal-hal yang dibuat oleh
pihak penawar program studi, entah perguruan tinggi atau agensi pemasaran
program studi (emang ada? Ada loh, lah yang sering ngadain pameran-pameran
perguruan tinggi (kebanyakan luar negeri) itu apa?). Dibanyak-banyakin, ini
akan mebuat anak-anak SMA polos seperti kamu terbujuk.
Huh, seperti itu?
Mungkin iya. Tapi idealnya ndak.
Sebuah ketertarikan bukan didasarkan pada hal yang bersifat fisik semata. Bukan
pada prospek kerja. Agak eksodus kalau ketertarikan misalnya ketertarikan pada
sebuah jurusan didasarkan karena logo jurusan itu. Eh bisa aja kan jurusan
punya logo branding gitu. Beberapa departemen di IPB punya logo branding kayak
ITP dan AGH. Aku ndak tau kalau yang lain. Aku pengen ketemu pak Rimbawan
terkait logo branding ini. Abis Milo ku abis dan Banjir Jakarta surut.
Malam-malam ku bukan untuk
menjaring orang. Prime time twitter bagi sebagian orang adalah saat
membagi, apa saja. Apa saja yang bisa dibagi lewat twitter. Beberapa inspirasi. Beberapa yang lain kode dan jaring. Yah, sambil (tanpa sadar, ndak pake eksplisit bilang) meninggikan diri, itung-itung
nambah follower. Bukannya salah satu indikator pemimpin adalah punya banyak
follower?. Begitu kata Bang Bachtiar.
Aku masih percaya, saat merasa
lebih dari orang lain, itulah klimaks karir.
Ketertinggalan sebenarnya
memberikan aku banyak kesempatan belajar, sayang aku ndak terlalu banyak
belajar. Aku memang kadang sudah terlalu sombong sehingga ogah lagi untuk mengosongkan
gelas. Yang ada hanya eksodus ini, eksodus itu, target ini, ke lounge ini, itu.
Tapi apa? Bahkan belajar bermanfaat saja ndak. Masih banyak urusan pribadi
menyergap diri ini. Kadang realitas memang, ah agaknya bukan kadang, ndak bisa
disalahkan jug akalau realitas menjelma menjadi sesuatu yang dihamba.
Melangkah kecil sekecil sambil
mencoba belajar naik sepeda untuk mengejar ketertinggalan adalah satu-satunya pilihan
yang tersedia. Persetan dengan gengsi dan omongan orang. Bahkan presiden pun
harus menerima caci saat meluncurkan buku. Apa yang salah coba?. Juga Jokowi
yang dicibir lewat hashtag #bantuJokowi. Ah, antum akh, antum kira anak ndak
tau?. Tuh kan, aku songong.
Allah, jadikan kami orang yang
ndak terlalu banyak memikirkan diri sendiri.
Posting Komentar