Maghrib, aku mau buat kopi dulu boleh? Tapi baiknya aku sholat dulu yah.
Kalau aku nunggu lagu Sementara-Float sampe beres boleh ndak? Udah beres nih.
Aku sholat dan buat kopi dulu yah. Udah nih, udah sholat dan buat kopi. Aku
tenang. Setenang saat di KRL malam larut dan mengingat mu.
Ini tulisan mandek 24 jam. Baru dilanjutin besoknya dari tulisan
paragraf di atas. Saat daftar putarkau udah ganti jadi Opick semua awalnya “Awal
Desember”. Helo, udah mau ganti tahun gitu loh. Cuma aku lagi agak kedinginan. Padahal
serasa panas, aku juga ndak tau persis kenapa gini, beberapa hari ini. Padahal operasi
Lilin udah mulai dari Kepolisian RI.
Aku Cuma mau bilang kalo, kalo menemumu adalah sebuah harapan itu
sendiri. Atau gimana yah? Harapan yang bertambah laju dan membesar sampai
sebesar sombongku. Sebesar dosa aku juga sih. Aku pernah mau tenggelam di
sungai, Sungai Serayu. Kata mamah, kalau cuma nulis sungai, s nya ndak kapital,
tapi kalau Sungai Serayu s nya kapital, bukan S besar loh ya. Terus aku seneng
diajarin mamah tentang Bahasa Indonesia, tapi mamah bilang: pelajaran lain udah
lupa. Itu aja yang beliau inget. Aku nyerah. Mungkin ini sebabnya aku sering
typo kalau nulis.
Kalau berharap saja kita sudah takut, pada apalagi kita bisa gantungkan
optimisme? em, optimisme dan kebahagiaan akan pandangan masa depan disusun dari
tumpukan harapan yang rapi. Pengharapan tanpa disertai separatisme
kehendak-Nya-lah menurutku menggerakkan kaki untuk terus melangkah, rambut
untuk kembali tumbuh dan dicukur. Ada kalanya jatuh dan sakit karena harapan
tetiba lenyap di perempatan Yasmin, atau perempatan sebelum perempatan Arion
kalo dari arah stasiun Manggarai. Aku ndak tau namanya apa, mungkin kak Nazhif
lebih tau.
Membangun harapan seperti memasang satu blok puzzle keatas dengan puzzle
yang pas. Aku penuh harap doa: ya Allah semoga itu orang-orang di sekelilingku
sekarang, walau sekarang aku sendiri minder kalau komparasi pake indikator
apapun sama orang-orang sekitarku. Bukan, ini bukan kalimat manis yang kayak pejabat
kampus bilang biar bisa akrab sama orang lain, ini bener, aku bener-bener
ngerasa apalah aku ini. Aku ndak mau pake pengibaratan.
Termasuk, em, kamu. Walau kamu walau secara harfiah agak jauh sih. Tapi
aku hanya perlu dua kali sentuhan. Entah mau pake yang E-Money atau default
dari terbitan moda transportasinya. Yang agak jauh malah aku sama Allah-nya.
Hiks.
Belakangan sering lalai. Bahkan sering lalai kalau aku sedang lalai. Aku
sering naik motor, lalu nengok kiri kanan, lalu mikir, akan kah masih ada tanah
kavling tersisa buatku? eh salah begini, akankah aku sanggup memiliki rumah? atau
untuk sekedar masuk Coffe Bean saja, akankah aku tanpa berpikir dulu ada berapa
uang tunai- bisa dipegunakan untuk tunai entah dari CC atau DC-yang aku punya?.
Aku juga bergetar saat tau bahwa hanya untuk ke Puncak dan bermalam keluarga
bisa habis 5-6 juta? aku terhenyak. Ah, kamu tau betul bagaimana menenangkanku.
Kalau mamah tahu aku pake-nya tau bukan tahu, mamah akan marah. Kamu yang
tangani yah.
Aku sudah bilang? kalau saat aku nulis adalah penghujung 2014? Waktu
cepat yah. Makasih untuk hari-hari 2014 yang abstrak, bertumpuk, klise tapi
menyenangkan kok. Semoga seterusnya begitu.
Perlu aku berdoa, walau banyak yang nyinyir kalau berdoa berdoa aja ndak
usah diposting di media sosial, blog itu media sosial kan yah? FB dan Twitter
kan micro blogging, tapi aku mau berdoa aja: Allah, jadikan waktu ku bukan waktu
yang terlalu banyak untuk memikirkan diri sendiri.
Posting Komentar