Para sopir, nakhoda, masinis, pilot semuanya pejantan tangguh.

Sebenernya udah lama cerita ini ndak di upload, lupa, malah ngendon di leptop yang tambah hari kekuatan baterenya malah tambah pendek.

Sore telah lewat, plang toko-toko diluar menunjukkan sebuah nama kota, Kebumen. Berarti ndak lama lagi nyampe di kampung halaman Purworejo. Alhamdulillah. Udah hampir 24 jam duduk melekat di kursi jok Sinar Jaya Bisni RS 2-2 Jakarta Lebak Bulus-Yogya, padahal normalnya cuma 12 jam, namun perjuangan menunggu tak sia-sia sebentar lagi senyuman mbak Mus dan Lek Slamet menyambut penuh hangat di tengah hijau sawah desa Ketug.

Berada di baris pertama paling depan, persis dibelakang Supir, membuatku sangat mudah melihat sang supir dengan singasana khususnya. Caranya menginjak pedal gas, gerakan speedometer, jarum rpm, cokelat kerah bajunya, tulisan SINAR JAYA CREW di punggung bajunya dan air mata!. Iya, tepat saat matahari menerobos masuk ke kabin depan bis andalan orang Jawa Selatan ini, ada air mata di pipinya.

Saat itu tanggal 28 Ramadhan, atau H-2 menjelang lebaran. Lama di tengah keacetan di pasar Gombong ia mengusap matanya yang memerah dengan handuk putih bersih bertuliskan “Good Moorning”. Berkali-kali ia mengusap, mungkin malu, sengaja spion atas supir akan ditongakkan, mungkin agar tidak terlihat penumpang yang mukanya kinyis-kinyis berharap sebentar lagi nyampe.

Setengah jam macet, dan menunggu ternyata semakin membuatku pensaran kenapa sang supir ini menangis. Kebetulan sejak naik di LB (baca: lebak bulus) aku sudah mengobrol banyak sama sang supir. Sampai di rumah makan pun aku makan bersamanya di ruang supir tidak seperti penumpang umumnya yang makan di bagian luar. Lumayan, paling tidak dapat makanan gratis. Hehehe.

Sedikit beringsut ke kursi CB (baca: kursi cadangan), kebetulan sudah ditinggal penunggunya yang turun di Purwokerto. (percakan bahasa jawa).

saya: kenapa pakde, kok keliatan lesu, capek...?

pakde sopir: klo cape mah biasa dik.

saya: loh ada apa emangnya pak…?

pak sopir: kayaknya nih taun aku bakal ngerayain lebaran di jalan lagi dik, dah lama banget aku ga lebaran bareng anak dan istriku. Aku kadang cuma bisa menangis jika anak ku nanya “pak kapan pulang?” aku ndak bisa jawab. Saat penumpangku makin dekat dengan kota tujuan, aku malah makin jauh dengan rumah. tapi, InsyaAllah aku Ikhlas dik, jika melihat wajah penumpang yang gembira saat turun dari bis, aku ikutan terharu.

Aku menghela napas panjang, melihat bis di depan dan kereta yang sempet lewat di perlintasan kutoarjo, teringat, tersadar, mereka sopir, masinis, berada di antara ribuan orang-orang yang penuh harap untuk bertemu sanak famili nya, berlebaran di kampungnya namun (terkadang) tak sadar dalam rangkaian gerbong kereta dan kabis bis malam ada yang berperasaan lain. Lain dari yang lain. Yang mencoba mengikhlaskan diri, menghibur diri demi penumpang dan tanggung jawab pekerjaan.

Sampai aku turun, aku tak banyak ngobrol lagi, hanya menahan haru dan mengucapkan terimakasih kepada sang sopir, mengingat perjuangan sang “penjantan-pejantan tangguh”.

Minggu, 29 Mei 2011

One response to Para sopir, nakhoda, masinis, pilot semuanya pejantan tangguh.

  1. cerita yang tertunda hehe. enak kalo udah diupload. puas rasanya :)

    salam

Posting Komentar

Arsip Blog